Masih ingat film Up In The Air yang dibintangi aktor ganteng George Clooney? Ternyata kehidupan semacam itu bukan imajinasi semata. Kehidupan malam bukan hal asing di kalangan kru pesawat, seperti pilot, co-pilot, dan pramugari. Kala mereka harus menetap satu malam di suatu daerah, misalnya Bali atau Surabaya, para kru pesawat itu kerap berkunjung ke kelab malam untuk bersenang-senang, menenggak minuman beralkohol, atau obat-obatan terlarang.
Seorang mantan pramugari maskapai swasta, Diva menuturkan gaya hidup Up In The Air ini kepada Tempo. Kata Diva, alasan kru pesawat melakoni kehidupan malam adalah tekanan pekerjaan yang menghimpit. Contohnya, dalam satu pekan tiap kru pesawat memiliki maksimal jam terbang, yakni 30 jam per minggu. Namun kenyataannya, di beberapa maskapai, tiap pilot, co-pilot, dan pramugari bisa terbang hingga 12 jam per hari pada peak seasons.
"Dalam sepekan mereka bisa terbang lebih dari 60 jam," kata Diva ke Tempo.
Bila mereka terbang melebihi jam kerja, maskapai akan membayar uang over time alias lembur sebesar Rp 17.500 per jam. "Itu uang yang air crew dapat saat saya masih menjadi pramugari, Agustus 2008 lalu." Uang over time tersebut diterima tiap kru pesawat kemana pun daerah tujuannya, dalam atau luar negeri. "Ke luar negeri biaya over time juga segitu. Beda sama Garuda yang memberi bayaran dua kali lipat jika ke luar negeri," kata Diva.
Apakah problem kru pesawat hanya karena tekanan pekerjaan? Ternyata tidak. Tak ubahnya cerita sinetron, tak jarang kru pesawat punya masalah pribadi dengan keluarga mereka yang sebenarnya karena ulah sendiri. Selingkuh dan main mata dengan sesama rekan kerja di udara. "Masalah dengan suami, istri, pasangan, ditambah tekanan kerjaan. Jadi, melarikan diri ke tempat hiburan," kata dia.
Diva pun menceritakan pengalamannya kala menjadi pramugari junior. Dia pernah diajak bersenang-senang oleh kru pesawat lain ke tempat hiburan malam. Saat itu mereka sedang bermalam di satu kota dan akan terbang esok harinya. Di tempat hiburan itu, mereka menenggak beberapa gelas alkohol dan baru kembali ke hotel pukul 03.00 WIB. Sekembalinya ke penginapan, Diva dan kru lainnya tidak bisa beristirahat. Mereka harus langsung bersiap untuk kembali terbang.
Sekitar pukul 04.00 WIB, seluruh kru pesawat, termasuk pilot, sudah bersiap di lobi hotel. "Saat itu saya melihat kapten terlihat segar, tidak seperti orang habis minum alkohol dan bergadang." Meski tidak melihat secara langsung, Diva curiga sang pilot memakai doping obat terlarang atau amfetamin. "Karena dia bicaranya ngaco, belepotan," kata Diva.
Lantaran gaya hidup di udara inilah, Diva tak betah meneruskan profesinya sebagai pramugari. Ia berhenti pada Agustus 2008. Namun, pengalaman menjadi pramugari ini sempat membuat Diva trauma kala hendak terbang sebagai penumpang. Jika harus dinas ke luar kota, dia kerap bertanya-tanya siapa pilot yang bertugas dan apakah mereka nyabu. "Saya trauma," ujar dia.
Komentar
Posting Komentar